Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
7. Aktsaruhum Naf'an
Aktsaruhum Naf'an ... merekalah yang paling banyak manfaatnya. Karena "apabila kita hidup juga untuk orang lain maka jadilah hidup ini bermakna panjang dan dalam ..." (Asy-Syahid Sayyid Quthub)
"Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang mengingatkanmu kepada Allah dengan sekedar melihatnya". (HR. Ahmad)
Coba renungkan, wahai insan sejati, betapa dahsyatnya pribadi mukmin. Baru melihat tampilannya saja sudah memberikan manfaat. Apalagi bila ia menasihati, menggerakkan potensi, tentu lahir energi lebih dahsyat lagi. Nah inilah heroik seorang pahlawan. Misal saat kita menyaksikan gambar atau foto para pahlawan tentu akan teringat kiprah, jasa dan perjuangan mereka. Lalu kita koreksi diri kita : apa peran kita selama ini ? Bila kita baca Riyadhus Shalihin tentu kita teringat bagaimana Imam Nawawi menyusunnya, berapa waktu yang diinfaqkannya untuk amal jariyah yang menyejarah ini ? Kalau kita baca Shahih Bukhari, apa bayangan kita ? Bagaimana Imam Bukhari berjalan dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan satu hadits ? Kalau kita lihat listrik, bagaimana Thomas Alfa Edison bekerja keras menemukannya ? Kalau pakai komputer, hape dan sejenisnya, mestinya kita ingat bagaimana para pioner menghasilkan masterpiece ini ? Ketika kita di sini baru belajar pake aneka hape, saat bocah-bocah Jepang merangkai dan menemukan inovasi hape terbaru. Di saat anak muda di Indonesia mengecat rambut bronynya meniru gelandangan Amrik, bukankah Amerika sedang merancang nuklir tercanggih untuk membunuh generasi kita yang sudah menyerah dijajah media ? Di saat anak-anak kita main game dengan menyeruput Cocacola, mengepulkan Marlboro, Kansas, mengenakan jeans Lea atau Levis, sadarkah kita bahwa AS dan Israel sedang mencincang saudara kita di Palestina dengan roket Apache, MIG21, F16 mapun senjata canggih lainnya ?
Karenanya, mari kita koreksi apa peran kita dalam hidup. Sudah berartikah hidup kita ? Sudah bermaknakah langkah kita ? Sudah optimalkah potensi kita ? Sudah bermanfaatkah waktu kita ? Sudahkah kita berada dalam shaf yang rapi untuk melejitkan potensi ? Mari kita mengaca diri. Apakah keberjamaahan kita sekedar menambah jumlah atau bikin masalah ? Jadi problem solver or trouble maker ? Memang sekedar menambah jumlah, Alhamdulillah sudah berpahala. Pahala berjamaah, meski ngantuk dan tertidur saat khatib berdiri menyampaikan ayat ilahi, dan uniknya segera terbangun bila shalat mau didirikan, iqamat dikumandangkan. Tapi itu kan tak cukup : menjadi pahlawan ngantukan ?
Tugas kita sekarang adalah bagaimana berperan sebaik-baiknya dan memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya serta beramal yang sebesar-besarnya.
Kalau dulu kita start dari zero dalam "mihwar jahili" atau era kejahiliyahan, mari kita bersihkan diri dengan fikrah 'pola pemikiran', akhlak dan amal Islami. Kita benar-benar hijrah seperti hijrahnya Umar bin Khathab maupun Khalid bin Walid. Semua potensi terbaik di mihwar jahili, mari kita kembangkan, tumbuhkan dan ledakkan dalam amal islami.
"Khiyarukum fil jahiliyah, khiyarukum fil Islam ... Sebaik-baik kamu di masa jahiliyah, maka sebaik-baik pula di masa Islam."
Seperti Khalid panglima kaum kafir Quraisy yang potensi militernya sangat menonjol. Begitu masuk Islam potensi itu pun meledak pesat. Peperangan demi peperangan diraihnya dengan sukses. Tapi ia pun ikhlas saat dicopot dari panglima dan menjadi prajurit biasa. Cita-citanya adalah syahid di medan laga. Meski akhirnya wafat di tempat tidur. Tapi ia tetap syuhada berdasarkan cita-citanya.
Umar bin Khathab ibarat preman di masa jahiliyah. Garang, tegas, keras, kasar itu modal yang dimilikinya. Lalu Islam menyentuh hatinya. Al-Qur'an meluluhkan keangkuhannya. JAdilah ia sahabat Nabi yang keras tapi amat lembut hatinya. Sering pingsan saat mendengar bacaan Al-Qur'an, kesederhanaan pun menjadi pilihannya, saat menjabat amanah khilafah. Ia terbaik di zamannya meski harus syahid di tangan seorang munafik.
Abdullah bin Rawahah yang pakar mengaransemen syair, lagu dan nasyid di masa jahiliyah. Ketika ia masuk Islam, potensinya semakin berkembang dan meledak pesat karena Nabi memberi apresiasi. Ia menjadi motor dan motivator penyemangat para sahabat dalam arena jihad. Lebih-lebih ketika ia sebagai panglima.
"Posisi menentukan prestasi." Itu kata anak sekolah ketika mau testiing. Memang. Maka ledakkan potensi dengan prestasi. Ketika posisi tinggi gunakan semaksimal mungkin untuk amal unggulan meraih ridha ilahi agar iman semakin tinggi. Seperti kata Nabi.
"Bila kamu melihat kemungkaran, ubahlah dengan tanganmu. Bila tak mampu ubahlah dengan lesanmu. Bila tak sanggup, ubahlah dengan hatimu, dan itu adalah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)
Tapi posisi bukan segala-galanya. Karena tidak semua orang layak dan mendapat jatah atau amanah memegang suatu posisi. Bahkan ada karakter tertentu yang dilarang menjabat suatu posisi, misalnya lemah akalnya, lemah fisiknya dan sebagainya. Jangan berprestasi hanya menunggu dan mengandalkan posisi. Iya kalau Allah mempercayakan suatu posisi. Kadang tanpa posisi amal kita lebih ikhlas karena tak ada ambisi sama sekali.
Prinsipnya, jangan menunggu posisi untuk berprestasi. Menjadi apa, di posisi manapun tak masalah. Yang penting adalah apa yang bisa kita sumbangkan untuk kemaslahatan umat. Ing ngarso sung tuladha, ing madya mbangun karso, tut wuri handayani.
Jadikan umur kita sebagai resourches yang sebanyak-banyak. "Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya." Seperti Anas bin Malik, Salman Al Farisi, dan Abu Hurairah yang diberikan umur panjang oleh Allah.
Jadikan diri pelopor kebaikan, motivator keshalihan, motor amal shalih, akselerator keimanan, penggugah jiwa, penyala cinta, penyuluh dakwah. "Barangsiapa menunjuki kebaikan, baginya pahala seperti pelakunya."
Kalau Allah menganugerahkan bisa membaca Al-Qur'an, lipat gandakan usiamu, tularkan ilmumu, ajari umatmu untuk membaca Al-Qur'an. Karena kita perlu mengkampanyekan bebas buta huruf Al-Qur'an dan hafal Qur'an sejak dini.
Rasulullah Sholallahu 'alayhi Wa sallam bersabda,
"Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Bukhari)
Bersyukurlah bila banyak nikmat Allah yang kita terima. Wujudkan syukurmu, ledakkan potensimu, raihlah keluarbiasaan dirimu dengan menggunakannya untuk aneka manfaat. Pastilah kau jadi pribadi yang dahsyat.
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Tirmidzi)
Maka jadilah pribadi pilihan yang aktsaruhum naf'an, jadilah pemberi manfaat, raihlah kebahagiaan dunia dan akhirat, karena pahala yang terus mengalir setiap saat.
Raih bahagia dengan berkiprah, ringan membantu sesama dan senang membahagiakan orang. Jadilah pribadi andal layaknya bibit yang baik. Bibit yang baik, kata Imam Asy-Syahid HAsan Al Banna dalam "Mudzakirat Da'wah wa Ad Da'iyah", di mana pun ia ditanam akan menumbuhkan pohon yang baik pula. Itulah sebaik-baik manusia, shalih linafsihi hingga naafi'un lighairihi.
Jangan lewatkan momentum sejak pagi, karena keberkahan ada fi pagi hari, karena rezeki melimpah dan barakah merekalah sebelum mentari muncul menyinari bumi. Ingatlah, betapa dahsyat amal pagi hari, karena surga tlah menanti.
Suatu pagi di hadapan para sahabatnya, Rasulullah Sholallahu 'alayhi Wa Sallam bersabda, "Siapakah di antara kalian yang pagi ini berpuasa ?" Abu Bakar Rodhiyallahu 'anhu berkata, "Saya". "Siapakah di antara kalian yang pada pagi hari ini telah memberi makan orang miskin ?" tanya Rasulullah. "Saya", jawab Abu Bakar. Rasulullah bertanya lagi, "Siapakah di antara kalian yang pada pagi hari ini menjenguk orang yang sakit ?" Abu Bakar kembali menjawab, "Saya". Rasulullah bertanya, "Siapakah di antara kalian yang hari ini telah mengantarkan jenazah ?" (Lagi-lagi)Abu Bakar menjawab, "Saya". Rasulullah Sholallahu 'alayhi Wa Sallam bersabda,
"Tidaklah amal-amal ini terkumpul dalam diri seseorang kecuali ia akan masuk surga". (dari HR Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya)
Surga ... Surga ... itulah obsesi kita. Milikilah harta dengan infaq dan shadaqah. Milikilah waktu dengan mencari ilmu. Milikilah ilmu dengan mengajarkan dan menularkan kepada orang lain. Milikilah harga diri dengan karya besar. Milikilah jiwa dengan cinta. Milikilah cinta dengan memberi. Milikilah kehormatan dengan menjaga diri. Milikilah keselamatan dengan melindungi. Milikilah akhlak mulia dengan pembiasaan. Milikilah kebahagiaan dengan kelapangan dan qana'ah. Milikilah keluarga dengan tarbiyah. Milikilah hati dengan tazkiyah.
Jadilah seperti pohon kurma, yang banyak manfaatnya. Rasulullah Sholallahu 'alayhi Wa Sallam. Bersabda, "Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti sebatang pohon kurma. Apapun yang kamu ambil darinya akam memberikan manfaat kepadamu." (Diriwayatkan Ath-Thabrani dari Ibnu Umar Rodhiyallahu 'anhu)
Jadilah seperti pohon pisang yang banyak manfaatnya seluruh tubuhnya, menyimpan air untuk investasi masa depan, tak henti berbuah setiap kesempatan, dan senantiasa berjamaah dalam berbagai keadaan.
Jadilah seperti lebah yang penuh 'izzah 'kemuliaan' dan banyak kemanfaatan. Rasulullah Sholallahu 'alayhi Wa Sallam bersabda, "Dan perumpamaan mukmin itu seperti lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan yang baik, tetapi tidak merusak." (HR. Thabrany)
Jadilah seperti air yang suci lagi menyucikan, bergerak untuk menghidupkan, mengalir untuk kebaikan, memancar dengan kekuatan, dikelola menjadi pembangkit energi dahsyat kehidupan. Itulah pilar kesuksesan, kunci kebahagiaan dengan menebar kebaikan.
Sayyid Quthub berkata, "Manakala nilai hidup ini hanya untuk diri kita, maka akan tampak bagi kita bahwa kehidupan kecil dan singkat. Yang dimulai sejak kita memahami arti hidup dan berakhir hingga batas umur kita. Tetapi apabila kita hidup juga untuk orang lain maka jadilah hidup ini bermakna panjang dan dalam. Bermula dari adanya kemanusiaan itu sendiri dan berlanjut sampai kita meninggalkan dunia ini ..." (Afraah Ar-Ruuh, hlm.9)
Milikilah Allah dengan selalu dekat dengan-Nya. Milikilah Rasulullah dengan menaati dan meneladaninya. Milikilah syafaat Al-Qur'an dengan membaca (tilawah), merenungkan (tadabbur), menghafalkan (tahfidz), mengamalkan dan mendakwahkannya.
Miliki dengan memberi. Lalu jadilah engkau pribadi biasa dengan prestasi yang luar biasa. Semoga.
☸☸☸☸
Komentar
Posting Komentar