Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
2. Arhabuhum Shadran
Arhabuhum Shadran ... merekalah yang paling lapang dadanya. Sikap paling menonjol dari Nabi Sholallahu 'alayhi Wa Sallam adalah lapang dada, selalu ridha, optimis, berpikir sensitif, memiliki obsesi besar, tidak mempersulit diri dan orang lain, memudahkan, menggembirakan, membuka diri, menebar kebaikan dan senyuman. Itulah keshalihan sosial yang kekuatannya luar biasa.
Menjadi sukses bukan semata-mata berkibar di puncak prestasi, tetapi mampu menggunakan hati untuk melihat apa dan siapa di sekitar kita. Mendidik diri untuk lebih dan paling rahmat, penuh kelembutan dan limpahan kasih sayang terhadap siapa saja. Lapang dada dengan orang bodoh yang menzhalimi. Peduli, simpati, empati dan belas kasih terhadap siapapun yang umat yang tidak tahu, tidak mau berbuat dan tak mampu belajar.
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka ..." (Qs. Ali Imran : 159)
Berikan hatimu sebagaimana Rasulmu memberikan semuanya untuk dakwah.
"Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (Qs. At Taubah : 128)
Alangkah mulia dan berharganya hati dan prestasi bagi orang beriman. Kesuksesan bukan untuk memenuhi ruang ego dirinya, tapi membimbing orang yang dicintai untuk bangkit menapaki jalan ini, mengantarkan orang yang dicintai agar tumbuh dan mekar bersama, mendo'akan orang-orang yang membencinya agar dilimpahi hidayah-Nya. Seperti do'a Nabi pada Umar agar mendapat hidayah Allah. Do'a Nabi kepada ibunda Abu Hurairah.
Saat berada di puncak, tidak takabur dan menyomongkan diri. Justru itulah saat terdekat untuk meningkatkan aktualisasi diri. Jika menjadi pemimpin, jadilah ia pemimpin yang adil seperti Umar bin Khathab dan Umar bin Abdul Aziz. Saat berkuasa dia gunakan sebaik-baiknya. Tapi saat emosi menggelora ia mampu menguasai diri, seperti Sayyidina Ali yang diludahi musuhnya lalu ada satu kesempatan untuk membunuh orang itu. Ia gunakan momentum itu untuk memaafkan.
Puncak penderitaan adalah penderitaan Nabi. Beliau dihina, disiksa, dipermalukan, dan dihinakan. Bagaimana beliau menggunakan momentum itu ? Beliau balas keburukan dengan kebaikan, cinta dan kasih sayang. Mendo'akan mereka, "Allahumahdii qaumii fainnahum laa ya'lamuun... Ya Allah berilah hidayah kaumku, karenan sesungguhnya mereka tidak mengerti." Ini filosofi pahlawan sejati, "Jadilah engkau seperti pohon mangga. Mereka melemparimu dengan batu, tetapi engkau membalasnya dengan buah."
Potret aplikatif arhabuhum shadran bisa dilihat dalam bentuk :
- Menahan diri dan emosi ketika marah, "jangan marah bagimu surga." Kata Nabi.
- Menguasai keadaan, tidak terbawa oleh keadaan.
- Selalu berpikir positif dan mendoakan orang lain pada kebaikan.
- Berpikir alternatif dan berbeda sehingga memunculkan solusi cerdas.
- Memandang persoalan tidak sekedar kulitnya, tapi menyelami dan mendalami hingga akarnya.
- Berpikir visioner, jauh ke depan, di luar ruang, lebih cepat dan lebih cerdas dari masanya.
- Menggunakan momentum keburukan untuk menjadi kebaikan.
- Mengasah pengalaman dan penderitaan untuk melahirkan sikap bijak dan empati.
- Lapang dada dengan kebodohan orang lain, tidak mudah menyalahkan tapi membimbing dan mengarahkan.
- Selalu berharap pada kebaikan. "Seburuk-buruk seseorang itu seperti jam rusak, minimal masih menyimpan dua kali kebaikan dalam sehari." Sebagaimana pesan Abbas As-Siisi ini
Komentar
Posting Komentar