Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
Kunci sukses adalah lurusnya persepsi. Bila persepsi terbentuk dengan pemahaman yang benar, jelas dan menyeluruh, apapun persoalan yang dihadapi akan mudah dipecahkan secara tepat. Imam Syahid Hasan Al Banna menegaskan, fikrah yang sukses ditentukan oleh tiga hal :
- Orang-orangnya memiliki persepsi yang jelas tentang fikrah tersebut.
- Orang-orangnya yakin dengan seyakin-yakinnya dengan kebenaran fikrah tersebut.
- Apabila hati mereka bersatu padu diatas fikrah tersebut.
Jika ada gambaran yang jelas, keyakinan yang dalam dan cinta yang kuat, maka sukseslah fikrah itu.
Sebagai muslim kita yakin, komit dan tak ada keraguan bahwa Islam adalah din, agama, pedoman hidup yang digariskan Allah mencakup seluruh aspek kehidupan untuk seluruh zaman. Ketidakbenaran dan ketidak menyeluruhan persepsi ini berdampak pada isolasi Islam dari hidup, menimbulkan bid'ah, penyimpangan, khurafat, takhayul, tradisi jahiliyah dan kontradiksi di tengah mesyarakat.
Hidup seperti menyingkap kabut. Kalau belum melangkah terasa gelap, sesudah melangkah akan tersingkap kegelapan menjadi cahaya. Setiap muslim adalah da'i. Kita punya kewajiban da'wah, menyampaikan Islam secara gamblang. Ini menuntut kita terlebih dahulu "memahami" apa yang akan disampaikan dengan benar pula. Islam tidak membiarkan manusia memandang sesuatu secara dangkal, sehingga menyimpang dari orientasi yang benar dan tersesat dari jalan yang lurus. Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah fondasi dasar untuk membentuk pemahaman menepis persepsi yang menyimpang dan pemikiran keliru. Karena "Orang yang melangkah dengan keraguan, maka sebenarnya ia tidak pernah melangkah...."
Bagaimana melakukan perubahan ?
Kebanyakan manusia mengira untuk merubah tatanan masyarakat itu bertumpu pada perubahan materi. Materi -menurut mereka- adalah kunci yang mempengaruhi dan merubah jiwa. "al fuluus yuhyin nufus, walaa bil fuluus bika mamfus" demikian kebanyakan manusia punya ideologi duit sebagaimana disinyalir mas Ridwan yang saya tulis di buku saya Dahsyatnya Do'a, Coy !!!. Memang demikian adanya masyarakat kita sebagai akibat suksesnya kampanye materialisme yang dipropagandakan selama ini. Itulah buah ghazwul fikri.
Bagaimana kita mengubah persepsi ini ? Al-Qur'an justru menekankan sebaliknya. Perubahan ruhani dan jiwa adalah asas perubahan yang sesungguhnya.
"... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." (Qs. Ar-Ra'ad : 11)"Inilah sebenarnya persepsi yang dibentuk oleh Islam sebagai dasar setiap perubahan dan perbaikan serta pembinaan sosial. Yaitu usaha yang dimulai dari individu, yang menjadi fondasi bangunan secara menyeluruh. Karena kita tak bisa berharap untuk mendirikan sebuah bangunan yang selamat dan kokoh bila batu-bata pondasinya keropos dan rusak." (Yusuf Al Qaradhawi, Fiqih Prioritas, 1996 : 241)
Ketika hendak merubah kondisi tertentu harus dimulai dari membangun kekuatan jiwa, ruhani dan ma'nawiyah manusianya. Inilah prioritas garapan kita. Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa Sallam telah mencontohkannya.
Umar bin Abi Salamah Rodhiyallahu 'anhu berkata, "Ketika saya masih kecil di bawah asuhan Nabi Sholallahu 'alayhi wa Sallam, biasanya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru makanan. Melihat hal itu Nabi Sholallahu 'alayhi wa Sallam bersabda, "Hai ghulam, bacalah bismillah, dan makanlah dengan tangan kanan serta makanlah dari yang dekat-dekat kepadamu." (HR. Bukhari Muslim)
Nabi Sholallahu 'alayhi wa Sallam memanggil sang anak dengan "Hai Ghulam", panggilan sayang yang berpengaruh mendalam terhadap jiwa. Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa Sallam mengedepankan familiarty dan proximity (kedekatan) yang menyentuh jiwa dan merubahnya.
Jadi bila ingin sukses, kuncinya harus berani. Hilangkan kata takut dari kamus hidup kita. Berani kaya harus berani miskin. Berani sukses harus berani gagal. Berani unggul harus siap jatuh. Berani menang harus siap kalah. Kuncinya berani, jangan takut melangkah dan buang kata "terpaksa" dari hidup kita.
❖ Mengubah Persepsi Keimanan
Apa itu iman ? Di sekolah-sekolah, iman diajarkan sekadar "percaya". Akibatnya ?
Pertama, seseorang merasa tak ada konsekwensi dari kata "percaya" tadi. Beda kalau kata iman dimaknai sebagai keyakinan yang tertanam. Coba, beda 'kan?Kedua, iman disamaratakan pada semua agama sehingga "semua agama sama" karena sama-sama iman, semua agama dianggap benar. Iya kan?Ketiga, hilang ruh keimanan dari kehidupan, tak memiliki kekuatan apa-apa bagi orang yang mengaku beriman.
Inikah makna iman yang sebenarnya ? Ini tak beda dengan orang-orang Badui yang memahami keimanan sekedar pengumuman identitas dan menampakkan perbuatan. Maka Al-Qur'an turun untuk meluruskan persepsi tersebut.
"Orang-orang Arab Badui itu berkata, " Kami telah beriman." Katakanlah (kepada mereka), "Kamu belum beriman, tapi katakanlah "Kami telah tunduk (berislam)" karena belum masuk ke dalam hatimu. ..." (Qs. Al-Hujurat : 14)
Menurut Asy Syaikh Sa'id Hawwa, pengalaman Islam atau pelaksanaan ajaran Islam berbeda dengan iman dalam hati nurani, dan di sini pula kita mendapatkan perbedaan antara Islam dan Iman. (Jalan Ruhani, 1995 : 33).
Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa Sallam pernah mengajarkan Iman dan Islam kepada para sahabat Nabi, bersama "malaikat". Malaikat sebagai murid bertanya kepada Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa Sallam sebagai guru, seputar masalah hakikat Islam, Iman, Ihsan, Hari Kiamat. Ini bisa dilihat dalam hadits ke-2 dalam Arba'in An Nawawi.
Persepsi iman harus dibangun untuk sukses dunia akhirat. Menurut Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, iman adalah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Jadi iman bukanlah semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan pula hanya merupakan pengetahuan tentang rukun iman. (Iman dan Kehidupan, 1983 : 25)
Nabi Sholallahu 'alayhi Wa Sallam menjelaskan bahwa hakikat iman sebagai aplikasi keyakinan yang mendalam dalam amal perbuatan yang benar.
"Iman itu bukanlah angan-angan dan bukan pula perhiasan lahir, akan tetapi (keyakinan) yang tertanam dalam hati dan dibuktikan oleh amal perbuatan." (HR. Ibnu Najjar dan Dailami)
Iman tidak berhenti pada tataran definitif atau konsep. Tetapi lebih kepada nilai dan kekuatannya dalam kehidupan. Ia direfleksikan secara aplikatif iman dalam menghadapi problem ekonomi, politik, kemasyarakatan, pendidikan dan sebagainya. Ada beberapa metode Rasul Sholallahu 'alayhi Wa Sallam dalam membangun persepsi iman secara benar :
- Menjadikan qudwah hasanan diantara mereka, sehingga aktualisasi iman tergambar jelas dalam kepribadian.
- Mengaitkan hakikat iman dengan ibadah, serta terwujud nyata dalam akhlaq mulia. Bila kita teliti dalam hadits, beliau biasa menyebutkan dengan :
- "Laa yu'minu ahadukum ..." (tidak sempurna iman salah seorang diantara kamu)
- "Mankaana yu'minu billahi wal yaumil aakhiri ..." Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir ...)
- Atau bahkan dengan meajamkannya dengan redaksi :
- "Wallahi laa yu'min, wallahi laa yu'min, wallahi laa yu'min, ..." Demi Allah tidak beriman Demi Allah tidak beriman ... Demi Allah tidak beriman .... diulang sampai tiga kali untuk menegaskan pentingnya atau bahayanya.
- Pengulangan. Beliau sering mengulang-ulang penegasan keimanan di berbagai peristiwa dan kesempatan. Setiap momen dimanfaatkan Rasul untuk menyampaikan pesan iman. Silahkan teliti, banyak hadits dengan inti sama namun berbeda redaksi, karena diriwayatkan oleh banyak jalur atau sanad, sandaran para periwayat dalam ilmu hadits.
- Pengingatan yang terus menerus. Beliau senantiasa memantau aktivitas para sahabat dan menanyakan konsisi keimanan mereka. Bahkan beliau ikut terjun dalam kancah kehidupan, seperti di pasar, di jalan dan berbagai kondisi.
- Banyak berinteraksi dengan lebih banyak orang sehingga dapat merasakan suka duka dan fluktuasi iman.
- Mengenali Karakter, titik kesamaan dan perbedaan. Titik kesamaan berfungsi untuk memberikan arahan dan mampu menyikapi perbedaan agar interaksi terjalin harmonis.
Komentar
Posting Komentar