Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
❖ Persepsi Ibadah dan Amal Shalih
Di kalangan ahli Kitab Yahudi, ibadah, kebajikan dan ketaqwaan itu dipersepsikan pada perhatian seseorang terhadap simbol-simbol, upacara-upacara, seremonial atau ritual tertentu. Sehingga kala Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa Sallam mengubah arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah mereka melihatnya sebagai sebuah kenaifan. Coba kita simak surat Al Baqarah ayat 143 berikut :
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Qs. Al-Baqarah : 143)
Ini salah satu bentuk test case iman; siapakah yang taat kepada Rasul dan siapakah yang membelot ? Sebagaimana juga dalam peristiwa Isra' Mi'raj sehingga ada beberapa orang yang kembali murtad karena tak percaya apa yang dijalani Nabi dan terprovokasi oleh dedengkot kafir Quraisy, Abu Jahal, abu Lahab dan konco-konconya. Beda banget dengan sikap Abu Bakar yang menerima bulat tanpa reserve, taken for granted karena yakin bahwa apa yang dibawa sahabatnya pasti benar, tak mungkin ada kedustaan sedikit pun.
Untuk menanamkan persepsi yang benar terhadap kebaktian, allah memaparkannya dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 177 :
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu adalah kebaktian orang-orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."
Di dalam Surat Ali Imran ayat 92 juga dipaparkan nilai kebaktian :
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya."
Maka dalam mengubah cara pandang tentang sesuatu kita mesti berani melakukan perubahan persepsi secara mendasar seperti yang dilakukan Nabi Sholallahu 'alayhi wa Sallam dalam membentuk persepsi yang benar tentang ibadah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi danIbnu Jarir tentang kisah masuk Islamnya 'Ady bin Hatim ath-Adiy bin Hatim datang ke MAdinah dan orang-orang pun membincangkan tentang kehadirannya. Lalu ia mendatangi Rasul Sholallahu 'alayhi Wa Sallam membacakan ayat : "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah ..." (Qs. At-Taubah : 31)
Maka 'Ady berkomentar, "Sesungguhnya mereka tidak menyembah rahib-rahib itu." Kemudian Nabi Sholallahu 'alayhi wa Sallam bersabda, "Benar. (Tetapi) mereka itu telah mengharamkan atas pengikut-pengikutnya yang halal dan menghalalkan kepada mereka yang haram, sehingga para pengikut itu menuruti mereka. Maka itulah penyembahan mereka terhadap para rahib." (HR. At-Tirmidzi)
Komentar
Posting Komentar