Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
Menemukan Filosofi Diri
Kini saatnya menemukan filosofi diri yang tepat dan sesuai dengan diri Anda. Tak usahlah yang sulit-sulit atau berbelit. Cukup ambil filosofi sederhana tapi hasil mengena. Bisa singkat dengan prestasi akurat. Boleh yang mudah dengan hasil wah. Banyak cara mengambil filosofi. Yakni dengan menarik hikmah dan ibrah dari apa-apa yang ada di sekitar kita. Misalnya. Itu bisa menjadi saranan pembelajaran.
Di dalam Islam, air memiliki banyak pelajaran. Misalnya : Fungsi air yang beraneka ragam merupakan inspirasi untuk menjadi seorang muslim yang memiliki aneka peran. Silahkan temukan fungsi air yang sebanyak-banyaknya dan temukan "kekuatan" darinya.
Air sebagai alat bersuci punya dua syarat yakni thahuurun dan muthahharun. Menurut Ustadz Anwar Jufri, Lc. Dalam taushiyahnya di Masjid Nurul Huda UNS, saat menafsirkan surat Al Ashr, seorang muslim memiliki dua dimensi seperti air. Yakni thahuurun dan muthahharun, suci lagi mensucikan. Dalam surat Al Ashr Allah berfirman, "Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih yang selalu nasehat menasehati dalam kebenaran dan selalu nasehat menasehati dalam kesabaran."
Ada filosofi di sini. Setiap manusia benar-benar akan merugi, bangkrut, muflis atau pailit, apabila tidak memperhatikan waktunya. Kecuali ? Agar tidak merugi, beliau membagi surat Al Ashri menjadi dua sisi.
1. Kapasitas Internal
Yakni shalihun li nafsihi, menjadi shalih bagi dirinya sendiri. Yakni menjadi shalih dengan iman dan amal shalihnya. Itu minimal. Seseorang sebelum mampu menebar manfaat bagi orang lain harus selamat dan mampu memberikan manfaat bagi dirinya. Seperti air. Ia harus suci. Suci dzatnya, suci sifatnya. "Seorang muslim adalah yang menyelamatkan muslim lain dari kejahatan tangannya dan lisannya."
Dalam Al-Qur'an hal ini Allah tegaskan, "Apakah kamu menyuruh orang lain berbuat baik sementara kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu telah membaca al kitab, apakah kamu tidak berpikir." (Qs. Al-Baqarah : 44)
Hasan Al Banna mengingatkan, "Ashlih nafsaka wad'u ghairaka ... perbaikilah dirimu kemudian serulah orang lain kepada kebaikan. "Karena orang yang tidak memiliki sesuatu, maka ia pun tidak bisa memberikannya kepada orang lain, faaqidusy syai laa yu'tiih."
Diantara kapasitas internal yang mestinya dimiliki setiap muslim agar layaklah disebut sebagai muslim sejati adalah bersih aqidahnya, benar ibadahnya, mulia akhlaknya, kuat fisiknya, berwawasan luas, mampu mengelola urusannya, dan dapat mengelola waktunya dengan baik. Adapun secara aplikatif ini berarti menjadi muslim yang kokoh dan mandiri, senantiasa dinamis dan kreatif, punya spesialisasi di bidangnya dan berwawasan luas pandangan sehingga tidak membebani orang lain tapi mampu tegak dan tegar di jalan yang dipilihnya.
2. Kapasitas Eksternal
Yakni naafi'un li ghairihi, yakni memberikan manfaat bagi orang lain. Bentuknya nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran. Orang menyebut ini peran sosial atau keshalihan sosial. Ini muncul bila setelah berhasil meraih shalih spiritual bagi dirina. Misal orang shalat. Bagaimana shalatnya mampu mencegah dari perbuatan keji yang menjijikan dan munkar yang menyesalkan. Atau orang zakat. Bagaimana ia mampu menyucikan hartanya sekaligus memberdayakan umat. Atau haji bagaimana "sepulang haji" seseorang lebih memiliki rasa syukur dan ketajaman nurani untuk peduli. "Alhamdulillah saya diberi nikmat haji ini, semoga orang lain pun bisa menikmati. Saya ingin membagi nikmat ini. Bahkan bila perlu menghajikan orang lain pun bisa menikmati. Saya ingin membagi nikmat ini. Bahkan bila perlu menghajikan orang lain." Itulah karakter muslim yang mushlih, mampu memperbaiki keadaan dan menghadirkan perubahan.
Ia seperti kran air yang menjadi "pintu" rezeki dan kebaikan bagi orang lain. Semakin besar out put nya, maka akan semakin besar pula input yang akan diterimanya, dari Allah. Semakin banyak berupaya memberi, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih besar lagi. Kuncinya ikhlas meraih ridha Allah. Bila kita berpikir untuk memberi, seperti air, maka kebaikan akrab menyertai. Hidup pun lebih bisa dinikmati. Seperti Umar bin Khathab yang bisa nyenyak tidur di bawah pohon kurma karena dunia tidak lagi menyibukkan hati.
Demikian satu contoh saja filosofi yang saya kemukakan tentang air. Sekedar tawaran, penulis suguhkan beberapa filosofi yang bisa digali melalui proses tarbawi yang kita lalui. Hal ini beberapa kali penulis sampaikan dalam training-training motivasi. Diantaranya adalah
Materi
|
Filosofi
|
Air
|
Thahuurun wa muthah harun, mencuci paling bersih
|
Pohon Mangga
|
Mereka melempari pohon dengan batu, kubalas dengan buah
|
Pohon Kurma
|
Kokoh, cerdas, manfaat
|
Pohon Pisang
|
Selalu produktif menghasilkan karya
|
Pohon Pepaya
|
Never die, dibunuh tumbuh
|
Pohon Jati
|
Lurus, terbentuk dalam lingkungan baik
|
Batu bata
|
Seleksi, proses : baik, siap ditata
|
Lebah
|
Tegas dalam prinsip simpatik dalam penampilan
|
Magnet
|
Menebar pengaruh, kebaikan
|
Lahan “tidur”
|
Optimalkan dirimu, jangan tidur melulu
|
Energi Listrik
|
Pancarkan energy
|
Sepak bola
|
Siap jadi anggota tim yang solid, cermat, stratejik
|
Semut
|
Komunitas yang solid, terkomando dengan baik
|
Ulat jadi kupu
|
Perubahan butuh proses : puasa dan pengorbanan
|
Burung
|
Tawakkal, berusaha keras mencari Rezeki Allah
|
Mencuci baju
|
Bersihkan tangan untuk mampu bersihkan pakaian
|
Sepeda Motor
|
Siap menjadi komponen dalam kerja “tim”
|
Tali temali
|
Siap berkorban meski terikat demi kekuatan dahsyat
|
Roda-roda arloji
|
Terus bergerak untuk beri manfaat meski tak nampak
|
Selanjutnya silahkan Anda melakukan kontemplasi untuk menemukan diri Anda. Karena hal itu tentu akan lebih nikmat. Seperti yang dinasehatkan Ali bin Abi Thalib di hadapan putranya, Al Hasan setelah Abdurrahman bin Muljam menikam beliau. Duka Al Hasan disambut Ali bin Abi Thalib dengan memberikan nasehat berharga "Wahai anakku, camkan empat hal dan empat lagi dariku." Apa itu wahai ayah?" Tanya Al Hasan.
"Kekayaan yang paling berharga adalah akal. Kefakiran yang paling besar adalah kebodohan. Sesuatu yang paling keji adalah sikap ujub, bangga diri. Kemuliaan yang paling tinggi adalah akhlak yang mulia."
Demikian Sayyidina Ali menasehatkan.
"Lalu empat yang lain lagi apa, wahai ayah ? " Tanya Al Hasan.
"Janganlah engkau bergaul dengan orang bodoh, karena ia akan memanfaatkan dirimu demi bahayamu.
Janganlah engkau bersahabat dengan seorang pendusta, karena ia akan mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat kepadamu.
Janganlah engkau bersahabat dengan orang yang bakhil, karena ia akan mengabaikanmu saat kamu membutuhkannya.
Janganlah engkau bergaul dengan orang yang suka melakukan dosa, karena ia akan menjual dirimu dengan harga yang murah."
Begitulah. Kinilah saatnya menemukan filosofi hidup kita, menetapkan komitmen kita, menapaki langkah kita dan meraih sukses kita.
Komentar
Posting Komentar