Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
Al Mutanabbi mengatakan, "Manusia dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Kebesaran jiwa mereka yang menentukan karya besar mereka memang besar. Di mata orang-orang kerdil, masalah-masalah sepele menjadi besar. Bagi yang berjiwa besar, masalah-masalah besar terlihat kecil." (Gatra, 4 Maret 1995)
Sidang pembaca. Kita orang biasa dengan segala keterbatasan yang ada. Untuk menjadi besar kita bisa lebih banyak belajar justru dari lapangan. Menurut Syaikh Mustafa Mahsyur, dalam bukunya Zaadud Da'wah, kalau kita belajar dakwah sebenarnya dari buku atu literatur yang bisa dituliskan hanya 20 persen. Selebihnya, yang 80 persen, kita dapatkan di lapangan.
Menurut Reza M.Syarif kampus abadi untuk kita bisa belajar ada di terminal, pasar, jalanan dan warung-warung kopi. Imam Hasan Al Banna memulai dakwahnya yang kini mendunia juga dari warung kopi.
Ehma Ainun Najib juga banyak "belajar" di kampus terminal. Tepatnya di Njomplangan atau teteg sepur dekat stasiun Jombang. Ia pernah diajar oleh tukang becak karena pilih-pilih bis yang mau dinaiki ke dengan cara berbohong. Semua bis distop. Kalau ternyata ke Kediri atau Ponorogo, ia jujur bilang "Ke Yogya". Kalau yang lewat adalah bis ke Yogya tapi bukan favoritnya, maka ia berbohong "ke Ponorogo."
Lama kelamaan akhirnya pun diguyur hujan berkepanjangan. Maka tukang becak pun nyeletuk, "inilah hukuman bagi orang yang berbohong."
Itulah fakta. Ilustrasi nyata hidup kita. Pelajaran berharga. Maka belajarlah untuk belajar dari lingkungan sekitar. Lakukan perubahan besar untuk menjadi pribadi besar. Seperti Imam Syahid Hasan Al Banna yang memulai dakwahnya di warung-warung kopi. Bukan di masjid. Why ? Karena di warung kopilah saat itu banyak orang berkumpul. Sedangkan di masjid sepi orang.
Itulah munculnya kreasi dan inovasi. Tak terkecuali dalam mengarungi hidup ini. Lingkungan dan alam sekitar adalah media belajar yang tak ada habisnya, kecuali kalau kiamat sudah digelar. Lalu mengapa kita tidak belajar menjadi besar ?
Saudaraku, bila kita sadar, awal perubahan besar itu bila kita berpikir besar. Kita tak menjadi besar bila kita berpikir besar. Kita tak menjadi besar bila kita disibukkan oleh perkara-perkara remeh. Kita hina bila kita menghamba pada alam fana. Kita mulia bila menyandarkan pada pemilik semesta.
Al Mutanabbi mengatakan. "Manusia dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Kebesaran jiwa mereka yang menentukan karya besar mereka memang besar. Di mata orang-orang kerdil, masalah-masalah sepele menjadi besar. Bagi yang berjiwa besar, masalah-masalah besar terlihat kecil." (Gatra, 4 Maret 1995)
Saatnya kita mulai berpikir besar, berjiwa besar, bervisi besar untuk meraih kebahagiaan yang lebih besar. Allah sudah menyediakan lahan di surga yang begitu luas. Menurut HM. Anis Matta tergantung bagaimana kita mendesain rumak kita di surga. Kalau kemampuan kita kecil, meski disediakan lahan yang besar, maka kita pun hanya mampu membangun rumah yang kecil.
Orang-orang besarlah yang mampu melihat setiap waktunya sebagai momentum untuk "mendesain rumahnya" di surga. Hal itu membutuhkan sensitifitas iman yang besar. Contoh yang tak pernah habis adalah Abu Bakar. Setiap waktu baginya momentum untuk berprestasi besar. Dengan bekal iman yang dimiliki ia langsung "bergerak" untuk berinvestasi. Begitu masuk Islam, langsung ia mengajak orang lain ke barisan Islam Mayoritas sahabat yang dijamin masuk surga, masuk Islam lewat "tangan dingin" Abu Bakar. Tak cukup di situ Abu Bakar selalu menggunakan momentum sebaik-baiknya. Dalam riwayat Ibnu Huzaimah disebutkan :
Pada suatu pagi dihadapan para sahabatnya Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa sallam bersabda,
"Siapakah di antara kalian yang pagi ini berpuasa ?"
Abu Bakar rodhiyallahu 'anhum berkata,
"Saya".
"Siapakah di antara kalian yang pada pagi hari ini telah memberi makan orang miskin? Tanya Rasulullah.
"Saya", Jawab Abu Bakar.
Rasulullah bertanya lagi,
"siapakah diantara kalian yang pada pagi hari ini menjenguk orang yang sakit ?"
Abu Bakar kembali menjawab,
"Saya".
Rasulullah bertanya,
"Siapakah di antara kalian yang hari ini telah mengantarkan jenazah ?"
(Lagi-lagi) Abu Bakar menjawab,
"Saya."
Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa Sallam bersabda.
"Tidaklah amalan-amalan ini terkumpul dalam diri seseorang kecuali ia akan masuk surga."
(dari Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya)
Puncaknya ketika terjadi kemurtadan dan deklarasi Nabi palsu, maka Abu Bakar dengan gagah berani memerangi para pengkhianat ini. Abu Bakar pribadi lembut yang gemar menangis dalam shalat-shalatnya ternyata menyimpan kekuatan besar yang tak tertandingi. Sehingga dia dikategorikan orang terbaik setelah para Nabi.
Maka lewat buku ini semoga bisa membuka mata hati, menghadirkan inspirasi, untuk menyusun strategi, menyiapkan bekal abadi untuk meraih kebahagiaan hakiki di akhirat nanti. Penulis berharap buku ini bisa memberi ruh baru bagi kita bahwa setiap adalah momentum untuk berprestasi. Jangan dibiarkan waktu berlalu tanpa kita mengisi dengan amal islami. Mengapa kita tidak segera menata siri dan menata waktu-waktu yang ada ini agar bermanfaat menjadi amal jariyah, di dunia dan di akhirat ?Mengapa kita sering membiarkan momentum berlalu tanpa prestasi bermutu ? Karenanya zerokan diri 'tuk menjadi hero dengan prestasi.
Damba Cinta - Mu
Tuhanku, ampunkanlah segala dosaku
Tuhanku, maafkanlah kejahilan hamba-Mu
Kusering melanggar larangan-Mu
Dalam sadar ataupun tidak
Kusering meninggalkan suruhan-Mu
Walau sadar aku milik-Mu
Tuhanku, ampunkanlah segala dosaku
Tuhanku, maafkanlah kejahilan hamba-Mu
Bilakah diri ini kan kembali
Kepada fitrah sebenar
Pagi kuingat petang kulupa
Begitulah silih berganti
Oh Tuhanku Kau pimpinlah diri ini
Yang mendamba cinta-Mu
Aku lemah aku jahi; tanpa pimpinan dari-Mu
Kau pengasih Kau penyayang Kau pengampun
Kepada hamba-hamba-Mu
Selangkahku kepada-Mu seribu langkah Kau padaku
Kusering berjanji di hadapan-Mu
Ku sering jua memungkiri
Ku pernah menangis kerana-Mu
Kemudian ketawa semula
Ku takut kepada-Mu
Ku mengharap jua pada-Mu
Moga ku kan selamat dunia dan akhirat
Seperti Rasul dan sahabat
Tuhan diri ini tidak layak ke surga-Mu
Tapi tidak pula aku sanggup ke neraka-Mu
Next Episode → 7.2 - BELAJAR MENJADI BESAR || BELAJAR DARI ORANG BIASA YANG LUAR BIASA
Komentar
Posting Komentar