Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
Cita-cita Dunia
Hari ini harus lebih baik daripada kemarin
Ibrahim Al Harbi, yang berguru pada Imam Ahmad mengatakan, "Aku telah menyertai Imam Ahmad bin Hanbal selama dua puluh tahun. Saat musim dingin atau musim panas, siang atau malam, tak pernah aku dapati kecuali ia lebih baik dari sebelumnya." (Manaqib Ibnu Hanbal, Ibnul Jauzy)
Salah satu ungkapan cita-cita adalah doa. Seperti saat orang tua memberi nama anaknya, ia punya harapan, doa dan permohonan. "Rabbij 'alnii muqiimash shalaati wa min dzuriyaatii ... Ya Allah jadikan aku dan keluargaku orang-orang yang mendirikan shalat..." Itu salah satu contoh, do'a Nabi Ibrahim buat diri dan keluarganya. Kita juga punya do'a. Do'a sapu jagat, andalan seluruh umat. Yakni do'a pamungkas, "Robbanaa aatina fiddun-ya hasanah wafil aakhirati hasanah waqinaa 'adzaa bannar.. Ya Allah berikanlah kami kebahagiaan di dunia dan berikan pula kebaikan di akhirat dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka." (QS. Al-Baqarah : 201)
Doa itu adalah wajah cita-cita kita. Namun sudahkah kita menghayati cita-cita kita itu? Lalu tahukah kita apa yang sebenarnya yang kita citakan? Seperti doa itu "Ya Allah berikanlah kami kebahagiaan akhirat, rata-rata sudah jelas yakni surga segala kenikmatannya. Tapi apa makna kebahagiaan dunia? Menurut Said Ibnu Musayyib, kebahagiaan dunia itu adalah wanita shalihah.
Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa sallam bersabda, "Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-aik perhiasan dunia adalah wanita shalihah." (HR. Muslim)
Lalu siapakah wanita shalihah itu ?
"Kalau dipandang menyenangkan hati, kalau diperintah ia taat, kalau ditinggal pergi ia menjaga diri dan harta suaminya."
Istri Imam Ali Ath-Thantawi - Seorang Syaikh di Al Azhar - pernah mengungkapkan cita-ctanya. Apa cita-citanya? Sederhana. Salah satunya beliau ingin memiliki rumah sendiri agar tidak ngontrak terus.
Berikut ini sekedar contoh cita-cita dunia. Silahkan Anda merenungkannya : sudahkah memiliki dan meraihnya? Cita-cita ini boleh di contoh lho.
- Memiliki hati yang bersih (salimul aqidah). Karena ia merupakan modal segala modal sebelum yang lainnya.
- Dapat mampu beribadah dengan baik dan benar (shahihul ibadah) sebagai rasa syukur dan membuka pintu-pintu kebaikan dan kebahagiaan yang lebih besar.
- Memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan menghindarkan diri dari kehinaan.
- Memiliki pekerjaan dan dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan karir ('amal) serta penghasilan.
- Terjaga kesehatan (qowiyul jism) sehingga bisa merasakan kenikmatan hidup. Karena kesehatan merupakan harta yang tak ternilai harganya dan mahkota yang luhur derajatnya.
- Memiliki peningkatan keuangan dan rasa aman (qodirun 'ala kasb) dari tekanan hutang dan penguasaan orang lain.
- Memiliki kendaraan yang baik. "Engkau sebab kebahagiaan mukmin adalah rumah yang luas, kendaraan yang lancar, lisan yang selalu bersyukur dan istri shalihah."
- Memiliki ketenangan jiwa, keteguhan hati dan kepercayaan diri (mati'nul khuluq) sehingga dapat dengan tulus mempercayai orang lain dan mendapat kepercayaan yang baik.
- Dibebaskannya hati dari segala penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, dan prasangka buruk. Karena semua penyakit hati akan merusak tubuh, akal dan menghinakan pemiliknya pada kenistaan.
- Bisa diterima dalam pergaulan (akseptabilitas) karena diakui memiliki kepribadian yang baik dan dapat bergaul dengan orang lain (ukhuwah).
- Kebahagiaan dan kedamaian akal budi (akal sehat). Yakni terpeliharanya kehormatan akal, pikiran, berkembangnya wawasan sehingga mampu menempatkan diri dengan pas di ranah kehidupan. Ini dapat dicapai dengan pengembangan diri (taqwiimudz dzaat) dan pendidikan diri (tarbiyah dzatiyah).
- Memiliki kebebasan dalam menentukan sasaran dan arah hidup, serta keteraturan program diri (munadzoman fi syu'nihi). Bebas mengaktualisasikan dirinya dan mengekspresikan kepribadiannya dengan baik.
- Memiliki kedidiplinan diri yang dapat diandalkan untuk meniti kesuksesan yang lebih besar dan dapat menguasai diri (mujahiduna linafsihi) dalam menghadapi masalah.
- Mendapat limpahan cinta dan penghargaan dari orang sekelilingnya. Selalu dalam semangat untuk mencintai dan dicintai
- Memiliki waktu-waktu untuk berkarya dan menuangkan gagasan menjadi amal unggulan disertai rasa tanggung jawab (mas'uliyah) yang besar.
- Memiliki jaringan luas dalam pergaulan, banyak memiliki kawan dan erat dalam persahabatan.
- Memiliki kedewasaan dalam menentukan peran dan memiliki kematangan secara alturistik (bermanfaat bagi orang lain, naafi'un lighairi) dan menjadi tua secara mulus.
- Tulus dalam berbagi, berbakti, mengabdi dan memberi sehingga hati benar-benar memiliki kebaikan diri sebagai investasi dan tidak tamak dengan apa yang dimiliki orang lain.
- Mampu mengambil peluang-peluang kebaikan yang ada untuk meningkatkan kredit point di hadapan Allah dan kewibawaan di hadapan manusia.
- Memiliki kemampuan mengambil hikmah dan ibrah dari setiap peristiwa serta dapat mengaitkan hidup dengan kematian. Ini akan meneguhkan prinsip membuka ketenangan bathin, kebenaran jiwa dan menghasilkan kebesaran cita-cita.
- Menjadi pribadi penting yang excellent, dibutuhkan dan diperhitungkan untuk berperan. Tetapi juga siap menerima orang lain untuk memimpin dan dipimpin. Inilah makna hikmah "tawadhu' terhadap kebenaran".
- Mampu berjihad di jalan Allah dengan segenap potensi yang dimilikinya sehingga dapat hidup bahagia dengan apa yang ada dan dapat meraih husnul khatimah di akhirnya. Syahid di jalan Allah.
Komentar
Posting Komentar