Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
Bercita - Citalah ...
"Barangsiapa mati sedangkan ia belum pernah berjihad, dan ia tidak bercita-cita untuk berjihad, maka kematiannya pada salah satu cabang kemunafikan." (HR. Muslim dalam Ash-Shahih, III/ 517)
Haqaa-iqul yaumi ahlaamul amsi, wa ahlaamul yaumi haqaa-iqul ghadi. Kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari. (Hasan Al Banna)
Bermimpi Yuk !
Saya ajak Anda bermimpi. Ada apa dengan mimpi ? Mengapa kita harus bermimpi? Bukankah mimpi itu bunganya tidur? Apa kita harus tidur dulu? Bagaimana mau maju, bukankah kita sudah kebanyakan tidur?
Begini, suatu hari Umar bin Khathab Rhodiyallahu 'anhu melakukan dialog dengan beberapa orang di zamannya.
Umar bin Khathab berkata : "Berangan-anganlah !"
Maka salah seorang diantara yang hadir berkata : "Saya berangan-angan kalau saja saya mempunyai banyak uang (dinar dan dirham), lalu saya belanjakan untuk memerdekakan budak dalam rangka meraih ridha Allah."
Seorang lainnya menyahut : "Kalau saya berangan-angan memiliki banyak harta, lalu saya belanjakan fii sabilillah."
Yang lainnya menyahut : "Kalau saya mengangankan mempunyai kekuatan tubuh yang prima lalu saya abdikan diri saya untuk memberi air zam-zam kepada jama'ah haji satu persatu."
Setelah Umar bin Khathab mendengarkan mereka, ia pun berkata : "Kalau saya, berangan-angan kalau saja di dalam rumah ini ada tokoh seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Umair bin Sa'ad dan semacamnya."
[Stop ! Bangun dan bangkitlah, jangan tidur terus nanti kebablasan]
Mungkiin Anda bertanya mengapa harus bermimpi sih? Memang, mimpi itu kembangnya tidur dan bukankah kita harus realistis?
Begini para pembaca budiman, memang mimpi bisa jadi tinggal mimpi. Namun ada sebuah hikmah "bermimpilah sebelum kamu menjadi pemimpin."
Serta "belajarlah sebelum engkau menjadi pemimpin."
Ternyata banyak orang-orang besar, pemimpin besar yang berangkat dari seorang pemimpi. Jadilah pemimpi besar untuk menjadi pemimpin besar. Dalam sebuah majelis, ada seorang syeikh yang mengatakan,
"Laa budda lil qaa-idan... Seorang pemimpin harus mempunyai banyak mimpi, jika tidak dia tidak layak menjadi pemimpin."
Memang kenyataannya, kita akan kehabisan stok pemimpin kalau tak ada lagi orang yang berani bermimpi dan bercita-cita besar. Nah, bila untuk bermimpi saja tidak berani, bagaimana ia berani memimpin?
Karena menjadi pemimpin berarti menjadi orang yang cerdas. Yakni berani berpikir mendahului masanya, meski kadang orang lain belum bisa memahaminya. Ia juga obsesif. Memiliki pikiran dan gagasan besar di luar apa yang di pikirkan orang lain. Seperti yang dilakukan Khidr, hal-hal yang tidak bisa dipahami dan dimengerti oleh Nabi Musa.
Tapi yang aneh, kadang untuk bermimpi dan bercita-cita saja takut apalagi untuk meraihnya. iya kan ?
Filosofi cita-cita ...
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa "keluhuran cita-cita adalah bagian dari keimanan." Karena orang yang mempunyai cita-cita mulia, obsesi tinggi, tujuan luhur tentunya dia tak akan menjerumuskan diri dalam kehinaan, dari kemaksiatan, dan dari kenistaan. Karena itulah bermimpilah dan bercita-citalah setinggi bintang. Cita-cita besar adalah tanda kehidupan jiwa, indikasi sukses orang-orang besar, pintu kebahagiaan siapa saja disebabkan jiwanya selalu terbuka, berpikir dan berjiwa besar. "Kalau anda percaya bisa berhasil, anda akan betul-betul berhasil." Demikian kata D.J. Schwartz dalam bukunya The Magic of Thingking Big. "Setiap manusia yang menghasratkan sukses atau menginginkan yang sebaik-baiknya dari kehidupan sekarang ini. Tak ada manusia bisa mendapatkan sukses atau menginginkan yang sebaik-baiknya dari kehidupan sekarang ini. Tak ada manusia bisa mendapat kesuksesan dari hidup yang merangkak-rangkak, kehidupan yang setengah-setengah. Tak ada yang ingin merasa dia itu termasuk kelas dua atau terpaksa hidup sebagai "kelas dua." (D.J. Schwartz, 1978)
Cita-cita itu ibarat dinamo. Cita-cita besar itu ibarat dinamo yang menggerakkan arus positif dan arus negatif yang mengontrol tubuh Anda. Cita-cita besar itu ibarat bahan bakar. Memacu kendaraan untuk maju, melesatkan kereta dengan cepat.
Cita-cita besar itu adalah pintu. Pintu kebahagiaan. Pintu kesuksesan. Pintu kesempurnaan. "Dan katakanlah : "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." (Qs. Al-Isra' : 80)
Cita-cita besar itu merupakan obat. Obat penghilang kelemahan. Penghilang kemalasan. Penghilang kesedihan. Penghilang kehinaan.
Cita-cita kemuliaan. Orang mulia adalah orang yang memiliki cita-cita. Karena cita-cita akan membangun pendirian yang kokoh, tidak gentar menghadapi masalah, tidak jera menghadapi kegagalan. Sedangkan orang yang tidak memiliki cita-cita akan menjadi pengecut, penakut dan pecudang. Diantara manifestasi cita nan mulia adalah membangun keluhuran jiwa dan menjauhkan diri dari posisi tertuduh. Nabi Muhammad Sholallahu 'alayhi wa sallam berpesan, "Janganlah kalian menundukkan diri pada posisi tertuduh." Maksudnya, jauhilah sarang-sarang fitnah yang membuat kita terhina dan tercela. [Siap ya Rasulullah kami penuhi nasihatmu ! ]
Begitu banyak dan begitu penting untuk menjadi besar dengan cita-cita besar. Tapi jangan sekali-kali merasa besar. Karena merasa besar akan menumbuhkan penyakit jiwa, menyebabkan sengsara dan pembawa derita. Sedangkan menjadi besar membawa bahagia.
Next Episode → 6.2 - BERCITA-CITALAH || Jangan Takut Punya Cita-cita
Komentar
Posting Komentar