Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
"Rahasia kesuksesan adalah kesiapan menghadapi kesempatan Anda bila ia datang."
Kita kehilangan momentum artinya tidak jadi atau belum dipercaya oleh Allah untuk memilikinya. Karena kesuksesan itu anugerah allah yang diberikan kepada orang telah berusaha. Allah telah memberi garansi.
"Barangsiapa yang bersungguh-sungguh berjihad di jalan (agama) Kami, sungguh benar-benar akan Kami, dan Allah berserta orang-orang yang berbuat baik." (Qs. Al-Ankabut : 69)
"Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu dan mengokohkan kedudukanmu." (Qs. Muhammah : 7)
Kesuksesan itu sunnatullah. Diberikan kepada orang yang profesional.
"Sesungguhnya Allah mencintai seorang pekerja apabila bekerja secara ihsan". (Diriwayatkan Baihaqi dan Thabrani dari Kulaib bin Syihab Al-Jurmi)
"Sesungguhnya Allah mewajibkan kebaikan (profesionalitas) atas segala sesuatu." (HR. Muslim)
"Sebaik-baik usaha adalah usaha tangan seorang pekerja apabila ia mengerjakannya dengan tulus". (Ahmad)
Dalam sebuah pepatah dikatakan "Man jadda wajada... barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkan."
Salah satu bentuk kesungguhan itu adalah kelurusan niat, visi dan orientasi untuk mebela kebenaran dan keyakinan. Bila kita membela dan memenangkan agama Allah, Dia akan membela dan memenangkan kita. Ini adalah janji Allah dan sekali-kali Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya. Tetapi terkadang kesuksesan ini ditangguhkan dan diakhirkan oleh Allah karena adanya hikmah-hikmah yang diantaranya adalah hal-hal berikut :
Karena kita masih terlalu lemah untuk memegang amanah, belum matang dan belum sempurna dalam membentuk kepribadian. Belum menggalang semua sumber daya. Belum mengenali sejauh mana ambang batas maksimal potensi dan keahlian yang masih terpendam. Karena bila sukses diberikan kepada orang yang "masih mentah" ini, niscaya tidak akan mampu bertahan. Ia tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan kesuksesan itu lebih lama lagi.
Agar kita mengerahkan akhir dari kekuatan yang ada dan cadangan devisa yang dipunya, tidak menyisakan sedikitpun dari sesuatu yang berharga ataupun yang dicintai melainkan semua itu dicurahkan dengan ringannya demi perjuangan di jalan Allah. Iroinsnya, kita ini seringkali hanya berkorban dengan sisa-sisa dari bagian hidup kita. Maka wajar bila sukses itu tidak kunjung tiba. Kalau pun dapat, sekedar sisa. Bukankah demikian ?
Untuk menguji coba kekuatan final sehingga memahami bahwa kekuatan itu saja tanpa dukungan dari Allah tidak akan menjamin teraihnya kesuksesan. Sesungguhnya pertolongan Allah tidak akan diturunkan kecuali bila telah mengerahkan akhir dari kekuatan yang disanggupinya kemudian menyerahkan semua itu kepada Allah.
Agar umat islam meningkatkan frekwensi hubungan-nya dengan Allah. Saat mereka mederita, kesengsaraan dan penindasan serta kehabisan stamina dan kekuatan, sehingga tidak ada lagi tempat bersandar kecuali kepada Allah dan tiada tempat berlindung dalam kepedihan ini kecuali kepada Allah semata, Laa Hawla Wa Laa Quwwata Illa Billaah. Keharmonisan hubungan dan eratnya interaksi dengan Allah menjadi jaminan awal bagi komitmen mereka di atas jalan Allah bila kelak Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Seperti diwajibkan qiyamun lail selama dua tahun bagi para generasi awal perintis dakwah di Makkah. Quwwatush Shilah Billah, kekuatan hubungan dengan Allah inilah bekal termahal menuju puncak sukses sesungguhnya. Sehingga ketika makmur tidak takabur dan bila gagal tidak mudah berputus asa.
Karena kita belum bisa ikhlas secara total dalam perjuangan, mobilitas dan pengorbanan. Kita masih melangkah setengah hati. Melangkahkan kaki kanan ke surga tapi menitipkan kaki kiri di neraka. Kita belum tajarrud atau murni benar dalam mengerahkan potensi dan mengarahkan kekuatan. Masih terlalu menimbang-nimbang antara kenikmatan dalam taat dan menikmati aneka maksiat.
Karena kita tidak mampu melihat dan memanfaatkan momentum. Karena tersibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat, cenderung cinta dunia dan takut mati, banyak momen bersejarah yang terlewatkan. Hidup jadi hambar dan gersang tanpa makna. Ia bukan mengendalikan keadaan tapi keadaan yang mendikte dirinya.
Next Episode → 5.4 - MENGAPA KITA SERING KEHILANGAN MOMENTUM ? || Karena Tidak Proaktif
Komentar
Posting Komentar