Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
"Momentum tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya..."
Ibnu Rajab berkata, "Barang siapa yang memelihara ketaatan kepada Allah di masa muda dan masa kuatnya, maka Allah akan memelihara kekuatannya di saat tua dan saat kekuatannya melemah. Ia akan tetap diberi kekuatan pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir dan kekuatan akal."
Waktu kita sedikit ...
Imam Syahid Hasan Al Banna mengatakan, "Ketahuilah, kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia, maka bantulah saudaramu untuk menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya dan jika anda punya kepentingan atau tugas selesaikan segera."
Perkataan ini menggambarkan betapa sedikitnya waktu kita dibandingkan dengan "pekerjaan besar" yang harus dikerjakan, amanah mulia yang harus di tunaikan, obsesi besar yang mesti direalisasikan. Akan halnya kita, kadang tak merasa memiliki sebuah kewajiban sehingga banyak waktu dibuang-buang, kesempatan dilelang, momentum ditendang, nasehat ditentang, sehingga kebaikan pun melayang. Ironisnya kita sering beralasan dan mengeluh karena banyaknya beban dan tak mampu menunaikan kewajiban, lalu waktulah yang di salahkan. Padahal itu terjadi lebih karena kita tak menata waktu dengan cermat, suka menunda-nunda pekerjaan sehingga tak mampu menolong diri sendiri apalagi membantu orang lain.
Menurut Hasan Al Basri, waktu hanya ada tiga. Waktu kemarin yang sudah bukan milik kita lagi. Esok hari yang belum tentu kita punyai. Dan sekarang yang ada di tangan kita.
Sadarilah bahwa waktu kita sedikit. Imam Sofyan Ats Tsauri mengatakan, "Sesungguhnya aku sangat menginginkan satu tahun saja dari seluruh usiaku seperti Ibnu Mubarak. Tapi aku tidak mampu melakukannya. Bahkan dalam tiga hari sekalipun." (Nuzhatul Fudhala, 2/655 - dari buku Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Surga)
Mengapa Sofyan Ats Tsauri mengatakan hal itu ? Padahal ia adalah ulama yang terkenal luar biasa dalam beribadah sampai-sampai ada salah seorang salaf di zamannya yang mengatakan, "Sofyan itu di zamannya seperti Abu Bakar dan Umar di zamannya."
Bagaimana lagi dengan "kualitas ibadah" Ibnu Mubarak yang dirindukan oleh Sofyan tersebut?
Begitulah cara salafus shalih memandang berharga waktu dalam kehidupannya, menyadari sedikitnya kesempatan yang tersedia untuk bisa memperbanyak ibadah kepada Rabbnya. Mereka berlomba-lomba di zamannya untuk menjadi yang terbaik. Berprestasi untuk mengukir amal mulia. Bekerja keras untuk merintis amal unggulan. Berpikir cerdas untuk mempelopori kebaikan.
Kebiasaan manusia-manusia besar adalah mengurangi jam tidurnya, waktu bekerja dan kesibukan mengurusi duniawi untuk memenuhi kebutuhan ukhrawi. Mereka menyedikitkan waktu tidur untuk bisa bangun malam. Mereka sedikit bercanda untuk merasakan nikmatnya ibadah. Mereka tidak berlebihan dalam bergaul untuk merasakan lezatnya iman. Mereka menahan diri dari maksiat agar tubuhnya tetap sehat.
Ibnu Rajab berkata, "Barang siapa yang memelihara ketaatan kepada Allah di masa muda dan masa kuatnya, maka Allah akan memelihara kekuatannya di saat tua dan saat kekuatannya melemah. Ia akan tetap diberi kekuatan pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir dan kekuatan akanl."
Ibnu Rajab lalu menceritakan, ada sebagian ulama yang usianya melewati 100 tahun tetapi tetap kuat dan tajam pikiran serta daya ingatnya. Ia bahkan masih tegap berjalan dan mampu meloncat. Salah seorang dari mereka mengatakan. "Anggota tubuh ini dahulu kami pelihara dari kemaksiatan, maka Allah memeliharanya untuk kami di kala kami tua." (Jami'ul 'Ulum wal Hikam, 226)
Dalam kitab Thabaqat Asy-Syafi'iyyah oleh Imam As-Subkiyah juz 3 hal.219 disebutkan bahwa Al Imam Az-Zahid Syaikh Abdul Baqi bin Yusuf mengatakan, "Aku lebih mencintai duduk sejenak di masjid ini daripada menjadi raja iraq."
Dan di dalam kitab Wafayatul A'yar Ibnu Khalkan juz 2 hal.401 disebutkan bahwa Imam Al A'masy diberi umur panjang 70 (tujuh puluh) tahun. Dan ia tidak pernah ketinggalan takbiratul ihram shalat jamaah. Perawi menjelaskan, "Saya bergaul dengan beliau lebih dari 60 (enam puluh) tahun. Belum pernah aku melihatnya melanjutkan satu rekaat karena ketinggalan atau masbuk."
Karena waktu kita sedikit, kesempatan yang ada di dunia ini begitu sempit, mengapa kita tidak mengoptimalkannya untuk menjadi bekal di masa-masa sulit di hari di mana tiada lagi berguna harta dan anak-anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Mengapa kita tidak menyiapkan hari yang tiada lagi naungan kecuali naungan-Nya ? Mengapa kita masih saja tulalit ? Lalu mengapa kita sering kehilangan momentum ?
Next Episode → 5.1 - MENGAPA KITA SERING KEHILANGAN MOMENTUM ? || Kurang Sensitif terhadap kebaikan
Komentar
Posting Komentar