Artikel ini merupakan REWRITE dari buku Best Seller "ZERO to HERO (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa)"
Penulis - Solikhin Abu Izzudin
╼╾
"Kalau sekedar ingin populer, kencingilah sumur zam-zam." Kata orang Arab.
Popularitas seseorang belum tentu berbanding lurus dengan kesuksesan dan kebahagiaan. Banyak cara mencari sensasi dengan cara-cara terpuji. Banyak yang bunuh diri karena terpenjara oleh puja-puji. Banyak yang terhina karena hobi obral kata dan janji-janji. Banyak orang populer mati mengenaskan terpenjara oleh popularitasnya. Masih ingat kisah gempar sejagat atas tragedi kematian Lady Diana bersama Doddy El Fayed. Dunia seolah tersihir dan mendung. Oknum ibu-ibu majelis taklim di jakarta pun taklid, ikut berkabung, memberi karangan bunga tanda berduka. Atau kisah tragis tewasnya Nike Ardilla dalam kecelakaan, yang di sinyalir akibat over dosis narkoba. Namanya dipuja, lagunya melegenda. Tapi sayang, banyak yang lupa pada ulama kharismatik dari Djokdja, KH. AR. Fachruddin Ketua Umum PP Muhammadiyah. Beliau wafat pada hari-hari itu juga, tapi media tak gempar memberitakannya.
Prestasi hakiki bukanlah harta yang melimpah, bukan kedudukan yang tinggi, jabatan yang mentereng, kekuasaan yang besar, atau berbagai atribut duniawi lainnya. Semua itu ujian dan cobaan : maukah bersyukur ? Bisa jadi prestasi itu tak dikenal orang, tak ada sanjungan, pujian apalagi karangan bunga. Kita pun tidak menyadari itu sebagai prestasi, apabila dilakukan dengan tulus hati. Seperti Bilal. Temporahnya terdengar di surga. Tetap saja ia istiqomah dan enjoy aja dengan amalnya.
Juga seorang perempuan yang rajin membersihkan masjid. Saat meninggal tidak dikabarkan kepada Nabi. Ia tak dianggap karena ia perempuan biasa tanpa prestasi apa-apa. Tetapi di mata Nabi, wanita itu dihargai. Beliau minta ditunjukkan kuburnya, lalu menyolatidan mendoakannya. Prestasinya sederhana tapi luar biasa, rajin dan istiqomah membersihkan masjid.
➤ Cara Nabi Menghargai
"Bangsa yang besar adalah yang bisa menghargai para pahlawannya." Slogan orang Indonesia
Orang yang cerdas dan sensitif akan mampu berempati dan menghargai terhadap nilai prestasi. Seperti seorang sahabat Nabi, Julaibib namanya. Ia tidak kenal. Ia lelaki miskin papa, tak berpunya, tak berkedudukan dan tidak diketahui nasabnya. Atribut kemiskinan lebih akrab bersamanya. Saking miskinnya keinginan menikah pun pupus darinya. Di balik kemiskinanya, ia rajin berdzikir, tak pernah absen dari shaf pertama dalam shalat berjamaah dan aktif dalam berbagai medan pertempuran.
Suatu hari ia melintas di hadapan Nabi. Nabi menyapa akrab seraya bertanya, "Hai Julaibib, kamu tak ingin menikah ??" Ia pun menjawab, "Wahai Rasululloh, Siapa yang ingin menikah denganku yang tak punya harta maupun kedudukan". Berkali-kali Nabi menanyakan hal itu di berbagai kesempatan. Hingga suatu saat ia di utus menemui suatu keluarga untuk meminang putri keluarga tersebut menjadi istrinya. Ayah sang gadis tak berkenan mengambil pinangannya. Mendengar penolakan orangtua nya terhadap sahabat yang dipercaya Nabi untuk meminangnya, maka sang gadis berkata kepada orangtuanya, "Pantaskah ayah dan ibu menolak permintaan Rasul ? Tidak Demi Allah yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya."
Akhirnya diterimalah pinangan itu dan terwujudlah rumah tangga yang dibangun di atas landasan taqwa dan ridha-Nya.
Seruan jihad pun berkumandang. Julaibib ikut aktif dalam peperangan dan berhasil membunuh tujuh orang kafir sebelum ia sendiri syahid di jalan Allah. Rasul memeriksa nama-nama sahabat yang gugur dan para sahabat melaporkan nama-nama mereka. Tetapi mereka lupa kepada Julaibib sehingga tak disebutkan di hadapan Nabi, sebab ia bukan orang yang terpandang apalagi terkenal.
Namun sebaliknya, Rasulullah ingat Julaibib, sama sekali tak melupakannya. Beliau tetap ingat, namanya lekat dalam benaknya. "Tapi aku merasa kehilangan Julaibib", Kata Nabi. Akhirnya beliau menemukan jenazah Julaibib dalam keadaan tertutup pasir dari wajahnya seraya bersabda, "Ternyata engkau telah membunuh tujuh orang musuh, kemudian engkau sendiri terbunuh. Engkau termasuk golonganku dan aku pun termasuk golonganmu. Engkau termasuk golonganku dan aku pun termasuk golonganmu. Engkau termasuk golonganku dan aku pun termasuk golonganmu."
Begitulah cara Nabi menghargai prestasi. Bukan pada harta atau kedudukan, tapi lebih-lebih pada iman dan pengorbanan. Pada prestasi dan kemampuan melejitkan diri. Soal dikenal atau tidak, itu rahasia Allah Rabuul 'Izzati. Maka, bekerjalah dan teruslah berprestasi hingga maut menghampiri. Pahlawan sejati bukanlah kolektor atribut duniawi, hanya keridhaan Allah yang dicari. Al-Qur'an menegaskan, "Dan bekerjalah, maka Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang akan melihat pekerjaanmu itu ..." (QS. At-Taubah : 105)
╼◀▶╾
Next Episode → Inilah Prestasi Mereka - Alumnus Madrasah Nabi Yusuf
Komentar
Posting Komentar