┈┈◅◁◈◈▷▻┈┈
ABDULLAH DZUL BIJADAIN
Apakah Kamu Tidak Membutuhkan Istrimu ?
┈┈◅◁◈◈▷▻┈┈
Ibnu Ka'ab al-Qurthubi berkata,
"Abdullah yang dijuluki Dzul Bijadain berasal dari Muzainah. Hanya saja hatinya telah terhambat dengan kecintaan kepada Rasulullah Sholallahu 'Alayhi Wa Sallam dan juga kecintaan kepada keimanan. Maka dia pun berangkat untuk bertemu Nabi Sholallahu 'Alayhi Wa Sallam.
Mengetahui kejadian ini, ibu Abdullah pergi menuju pimpinan kabilahnya dan berkata, 'Sesungguhnya Abdullah telah pergi menemui Muhammad, susullah ia dan bawalah pulang kembali. Ambil pakaian-pakaiannya tentu ia sangat pemalu. Jika kalian berhasil mengambil pakaianna tentu a tidak akan bisa (bergerak) meneruskan keinginannya'.
Benar, mereka pun mengambil pakaian Ka'ab dan membiarkannya telanjang. Maka Abdullah tinggal di dalam rumah dan mogok makan ataupun minum sebelum ia bertemu Nabi Muhammad Sholallahu 'ALayhi Wa Sallam.
Ketika ibunya melihat anaknya mogok makan dan tidak mau minum, maka dia kembali mendatangi kaumna dan memberitahukan bahwa Abdullah bersumpah untuk mogok makan dan minum sebelum bertemu Muhammad. Ibunya berkata, 'Tolong kembalikan pakaian Abdullah, karena aku takut dia mati'.
Tapi kaumnya ternyata enggan memberikan pakaiannya itu, maka ibunya mengambil satu lembar kain kotak-kotak kasar dan di potong menjadi dua lembar. Salah satu lembar diberikan agar dipakai sebagai sarung dan satu lembar lagi untuk penutup kepala. Lalu sang ibu berkata, 'Sekarang pergilah !'
Abdullah pun pergi, menempuh perjalanan dengan mendaki san meuruni lembah, sehingga tiba di kota Madinah, lalu langsung belajar al-Qur'an dan memperdalam Agama. Di Madinah, (karena beliau tidak memiliki rumah), beliau bersama sejumlah para sahabat lain sering pergi istirahat di bawah naungan sebuah rumah milik seorang wanita Anshar, dan ia biasa menyediakan makanan dan membantu mengurusi kebutuhan mereka.
Suatu hari, teman-temannya dari para sahabat berkata kepada Abdullah, 'Bagaimana pendapatmu sekiranya engkau menikah dengan wanita itu ?'
Omongan itu kemudian sampai kepada wanita itu, maka wanita itu berkata, 'Mengapa kalian tidak meinggalkan kebiasaan kalian menyebut-nyebut namaku, hentikan kebiasaan itu atau jangan lagi kalian datang untuk beristirahat di bawah naungan rumahku'.
Berita itu kemudian sampai juga kepada Abu Bakar rodhiyallahu 'anhu. Maka Abu Bakar mendatangi wanita itu dan berkata, 'Wahai Fulanah, telah sampai kepadaku berita bahwa Abdullah meminangmu, maka terimalah pinangannya. Sesungguhnya ia seorang pemuda yang terpandang di kalangan kaumnya, dia pandai membaca al-Qur'an dan mempunyai pengetahuan agama yang luas'.
Umar Rodhiyallahu 'anhu juga datang ke rumah wanita Anshar itu dan menyampaikan hal serupa. Berita ini pun akhirnya sampai kepada Nabi Sholallahu 'alayhi Wa Sallam.
Sementara itu Abdullah biasanya apabila matahari telah terbit, beliau mengerjakan shalat sunnah sesuai dengan kemampuannya. Kemudian menemui Nabi Sholallahu 'Alayhi Wa Sallam untuk mengucapkan salam kepada beliau kemudian kembali ke tempat tinggalnya.
Pada suatu hari, setelah usai shalat, Abdullah kemudian menemui Nabi Sholallahu 'Alayhi Wa Sallam, maka Nabi bertanya, 'Wahai Abdullah bukankah telah sampai kepadaku berita bahwa engkau menyebut (berminat meminang) Fulanah?'
Abdullah menjawab, 'Benar'.
Nabi bersabda, 'Aku telah menikahkanmu dengannya'.
Mendengar sabda Nabi demikian itu, Abdullah kemudian mendatangi para sahabatnya dan berkata, 'Rasulullah Sholallahu 'alayhi wa Sallam menikahkan aku dengan wanita Anshar itu'.
Maka istri-istri orang Anshar pergi menuju rumah wanita itu untuk mengucapkan selamat dan mempersiapkan acara walimah. Mereka menjahit burdah, membuat bantal dari kulit, memasak makanan, dan lain-lain untuk malam pengantin.
Adapun Abdullah, ia bangun untuk mengerjakan shalat, dia sama sekali tidak menemui wanita Anshar itu dan tidak mendekatinya, hingga Bilal mengumandangkan adzan Shubuh.
Selesai adzan, para istri sahabat pulang ke rumah masing-masing, mereka berkata, 'Demi Allah, Abdullah tidak membutuhkan sesuatu pun, dia tidak mendatangi istrinya, tidak menginginkannya bahkan juga tidak mendekatinya'.
Abdullah mengerjakan shalat Shubuh bersama Nabi Sholallahu 'Alayhi Wa Sallam. Dan setelah matahari terbit, Abdullah berdiri untuk mengerjakan shalat sunnah sebagaimana ia biasa melakukannya. Kemudian menemui Nabi Sholallahu 'Alayhi Wa Sallam dan mengucapkan salam kepada beliau. Lalu Rasulullah Sholallahu 'Alayhi wa Sallam bertanya, 'Apakah kamu membutuhkan istrimu?'
Abdullah menjawab, 'Tentu membutuhkannya, akan tetapi setiap kali aku melihat kenikmatan yang dilimpahkan Allah berupa wanita cantik, tempat tidur nyaman dan makanan yang lezat yang Allah janjikan, maka aku merasa tidak memiliki sesuatu pun yang bisa aku pergunakan untuk bertaqarrub kepada Allah selain pedangku, dan aku belum mendapatkan kesempatan untuk menebaskan pedangku terhadap seorang pun untuk menebaskan pedangku terhadap seorang pun untuk membela Allah dan RasulNya, yang lebih aku dahulukan, kecuali mengerjakan shalat sunnah. Maka inilah wajahku untuk istriku wahai Rasulullah'.
Abdullah pun kemudian pergi untuk menemui istrinya, hingga sempat menikmati malam bersamanya.
Ketika berlangsung peperangan Khaibar itu, ia terluka lalu berwasiat, 'Aku belum pernah memberi sesuatu pun untuk istriku, maka berikanlah bagianku dari rampasan perang Khaibar kepadanya'.
Tidak lama kemudian beliau menemui ajalnya."
Dalam suatu riwayat Ibnu Mas'ud Rodhiyallahu 'anhu berkata, "Ketika kami sangat lapar. Kemudian pada suatu malam aku keluar, aku melihat ada cahaya berkilau dari kejauhan. Aku berkata pada diriku, 'Aku harus ke tempat itu, mudah-mudahan aku mendapatkan makanan disana'.
Benar, aku kemudian sampai tempat itu. Ternyata ada Rasulullah Sholallahu 'Alayhi Wa Sallam sedang menggali kubur dan memberikan tanah kepada Abu Bakar dan Umar. Sementara itu jenazah Abdullah terbaring di dekatnya. Setelah Rasulullah menguburkannya, beliau bersabda, 'Ya Allah, sesungguhnya aku meridhainya, maka ridhoilah ia'. Nabi mengucapkan doa ini dua atau tiga kali."³⁵
❉❉❉❉❉
__________"³⁵ Al-Hilyah, 1/122; as-Sirah an-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 4/183.
Komentar
Posting Komentar